muslim harus tahu,!! Puasa Tapi Tidak Shalat,?? Maka Puasanya Tidak Sah Dan Sia - Sia.!! Berikut Ini Penjelasanya.......[[mohon di bagikan]]
Banyak yang baru jadi sadar shalat waktu bln. Ramadhan. Banyak yang baru rajin ke masjid waktu bln. Ramadhan. Bila di luar bln. Ramadhan, tahulah sendiri. Tengok saja kondisi masjid-masjid kita bagaimana? Lantas bagaimana apabila puasa namun meninggalkan sholat???
Puasa Itu Mesti Menjauhi Maksiat
Seorang yang berpuasa tentu mesti juga meninggalkan maksiat. Karena puasa bukan hanya meninggalkan makan dan minum atau tak terkait! nt! m, namun puasa juga sebaiknya meninggalkan maksiat. Kalimat kotor juga harus dijauhi. Kalimat yang menyakiti orang lain harus juga dihindarkan.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَي�'سَ الصِّيَامُ مِنَ الأَك�'لِ وَالشَّرَبِ ، إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغ�'وِ وَالرَّفَثِ ، فَإِن�' سَابَّكَ أَحَدٌ أَو�' جَهُلَ عَلَي�'كَ فَل�'تَقُل�' : إِنِّي صَائِمٌ ، إِنِّي صَائِمٌ
Puasa tidak cuma menahan makan dan minum saja. Walaupun itu, puasa yaitu dengan menahan diri dari perkataan lagwu dan rofats. Bila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu, katakanlah kepadanya, “Aku tengah puasa, saya tengah puasa”. ” (HR. Ibnu Khuzaimah 7 : 282 dan Hakim 4 : 111. Syaikh Al Albani dalam Shohih At-Targib wa At-Tarhib no. 1082 menyampaikan bila hadits ini shahih).
Jangan pernah yang berpuasa cuma mendapatkan lapar dan dahaga saja. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِن�' صِيَامِهِ ال�'جُوعُ وَال�'عَطَشُ وَرُبَّ قَائِمٍ حَظُّهُ مِن�' قِيَامِهِ السَّهَرُ
Begitu beberapa orang yang berpuasa cuma memperoleh rasa lapar dan dahaga saja. Begitu banyak juga yang melakukan shalat malam, cuma jadinya tidur sampai larut malam saat malam hari. ” (HR. Ahmad 2 : 373. Syaikh Syu’aib Al Arnauth menyampaikan bila sanad hadits ini jayyid).
Meninggalkan Satu Shalat Saja Bisa Mengakibatkan rusaknya Amal Ibnul Qayyim rahimahullah menuturkan :
Penghapus amalan ada dua yaitu umum dan spesial. Penghapus amalan yang umum ada dua yaitu yang menghapuskan amalan kebaikan semuanya yaitu dengan murtad (lakukan pembatal keislaman atau keluar dari Islam) dan yang menghapuskan tiap-tiap kejelekan (dosa) yaitu dengan bertaubat.
Penghapus amalan yang spesial yaitu pada kebaikan dan kejelekan itu menghapuskan satu serta yang lain. Ini yaitu penghapus amalan yang berupa parsial namun bersyarat.
Butuh di ketahui bila kekafiran dan iman itu bisa menghapuskan satu dan yang lain, sekian perihal cabang kekafiran dan cabang keimanan bisa menghapuskan satu dan yang lain. Apabila semakin besar cabang keimanan atau kekafiran itu, jadi makin banyak yang hilang dari cabang keimanan atau kekafiran itu. (Saksikan Ash-Shalah, hlm. 60).
Lantaran saking utamanya shalat, meninggalkan satu shalat saja bisa menghapuskan amalan, seperti yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan mengenai shalat Ashar,
مَن�' تَرَكَ صَلاَةَ ال�'عَص�'رِ فَقَد�' حَبِطَ عَمَلُهُ
“Barangsiapa meninggalkan shalat Ashar, jadi terhapuslah amalannya” (HR. Bukhari no. 594)
Tak Shalat Tidaklah Seorang Muslim
Coba cermati hadits itu yang memperlihatkan bahayanya meninggalkan shalat.
Dari Mihjan, ia berkata,
أَنَّهُ كَانَ فِى مَج�'لِسٍ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَأَذَّنَ بِالصَّلاَةِ – فَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ثُمَّ رَجَعَ وَمِح�'جَنٌ فِى مَج�'لِسِهِ – فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَا مَنَعَكَ أَن�' تُصَلِّىَ أَلَس�'تَ بِرَجُلٍ مُس�'لِمٍ ». قَالَ بَلَى وَلَكِنِّى كُن�'تُ قَد�' صَلَّي�'تُ فِى أَه�'لِى فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِذَا جِئ�'تَ فَصَلِّ مَعَ النَّاسِ وَإِن�' كُن�'تَ قَد�' صَلَّي�'تَ
Beliau pernah ada di majelis bersama-sama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas dikumandangkan azan untuk shalat. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri, lantas melakukan shalat, sedang Mihjan tetap masih dudk di tempat awal mulanya. Lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengemukakan, “Apa yang menghalangimu shalat, tidakkah engkau adalah seseorang muslim? ” Lalu Mihjan menyampaikan, “Betul. Walau demikian saya sudah melakukan shalat berbarengan keluargaku. ” Lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan padanya, “Apabila engkau datang, shalatlah berbarengan beberapa orang, walau engkau telah shalat. ” (HR. An-Nasa’i no. 858 dan Ahmad 4 : 34. Al-Hafizh Abu Thahir mengemukakan bila sanad hadits inihasan)
Dalam hadits ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bikin pembeda pada muslim dan kafir dengan shalat. Maksud Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengemukakan pada Mihjan, bila ia muslim, jadi pasti akan shalat. Hal itu sama juga jika disebutkan, “Kenapa engkau tak bicara, tidakkah engkau adalah orang yang dapat bicara? ” atau “Kenapa engkau tak bergerak, tidakkah engkau orang yang hidup? ”
Bila seorang dimaksud muslim tanpa ada melaksanakan shalat, jadi harusnya tak perlu dijelaskan pada orang yg tak shalat, “Bukankah anda adalah seseorang muslim? ” (10. 5pt ; " Ash-Shalah, hlm. 41)
Saat-saat ‘Umar bin Al-Khattab mendekati sakratul maut setelah ditusuk, ia berkata,
لاَ إِس�'لاَمَ لِمَن�' تَرَكَ الصَّلاَةَ
Orang yang meninggalkan shalat tidaklah muslim. ” (Cerita ini dijelaskan oleh Ibnul Qayyim dalam Ash Shalah, hlm. 41-42)
Sebagian besar sahabat Nabi berasumsi bila orang yang meninggalkan shalat dengan berniat adalah kafir seperti dijelaskan oleh seorang tabi’in, Abdullah bin Syaqiq,
كَانَ أَص�'حَابُ مُحَمَّدٍ -صلى الله عليه وسلم- لاَ يَرَو�'نَ شَي�'ئًا مِنَ الأَع�'مَالِ تَر�'كُهُ كُف�'رٌ غَي�'رَ الصَّلاَةِ
Dahulu beberapa shahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah berpikiran satu amal yang bila ditinggalkan menyebabkan seseorang kafir terkecuali shalat. ” (HR. Tirmidzi no. 2622 dan Hakim 1 : 7. Pengucapan ini diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Abdullah bin Syaqiq Al ‘Aqliy seorang tabi’in dan Hakim mengemukakan bila hadits ini bersambung dengan menyebutkan Abu Hurairah di dalamnya. Dan sanad periwayat hadits ini yakni shahih. Saksikan Ats-Tsamar Al-Mustathob fi Fiqh As-Sunnah wa Al-Kitab, hal. 52).
Sayangnya Apabila Cuma Shalat di Bln. Ramadhan
Komisi Fatwa Kerajaan Saudi Arabia, Al-Lajnah Ad-Da’imah li Al-Buhuts Al-‘Ilmiyyah wa Al-Ifta’ pernah di bertanya :
“Apabila seorang cuma di bln. Ramadhan semangat melakukan puasa dan shalat, namun sesudah Ramadhan usai dia meninggalkan shalat, apakah puasanya di bln. Ramadhan diterima? ”
Jawab :
“Shalat yaitu satu di antara rukun Islam. Shalat yaitu rukun Islam paling utama setelah dua kalimat syahadat. Dan hukum shalat yakni harus untuk tiap-tiap individu. Siapa saja meninggalkan shalat karena menentang kewajibannya atau meninggalkannya lantaran berasumsi remeh dan malas-malasan, ia kafir. Tentang orang yang kerjakan puasa Ramadhan dan melaksanakan shalat hanya di bln. Ramadhan saja, jadi orang seperti ini berarti telah merendahkan agama Allah. (Sebagian salaf mengemukakan), “Sejelek-jelek kelompok yakni yang tahu Allah (rajin beribadah, pen.) hanya pada bln. Ramadhan saja. ”
Oleh karenanya, tak sah puasa seorang yg tak lakukan shalat di luar bln. Ramadhan. Bahkan juga orang seperti ini (yang meninggalkan shalat) dinilai kafir dan telah melaksanakan kufur akbar, walau orang ini tidak menentang keharusan shalat. Orang seperti ini tetaplah dikira kafir menurut pendapat ulama yang paling kuat. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri telah bersabda,
ال�'عَه�'دُ الَّذِى بَي�'نَنَا وَبَي�'نَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَن�' تَرَكَهَا فَقَد�' كَفَرَ
“Perjanjian pada kami dan mereka (orang kafir) yakni mengenai shalat, siapa saja meninggalkannya jadi dia telah kafir. ” (HR. Ahmad, Abu Daud, At Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah dengan sanad yang shahih dari Buraidah Al Aslamiy)
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
رَأ�'سُ الأَم�'رِ الإِس�'لاَمُ وَعَمُودُهُ الصَّلاَةُ وَذِر�'وَةُ سَنَامِهِ ال�'جِهَادُ فِي سَبِي�'لِ اللهِ
“Inti (pokok) semua perkara yaitu Islam, tiangnya (penopangnya) yaitu shalat, dan puncaknya yakni jihad di jalan Allah. ” (HR. Tirmidzi dengan sanad shahih dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu)
بَي�'نَ الرَّجُلِ وَبَي�'نَ ال�'كُف�'رِ وَ الشِّر�'كِ تَر�'كُ الصَّلاَةِ
“Pembatas pada seseorang muslim dengan kekafiran dan kesyirikan yakni meninggalkan shalat. ” (HR. Muslim dari Jabir bin ‘Abdillah Al-Anshariy). Dan banyak hadits yang semakna dengan hadits-hadits di atas. Wa billahit taufiq, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa alihi wa shahbihi wa sallam.
Fatwa di atas di tandatangani oleh Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz sebagai ketua, Syaikh ‘Abdur Razaq ‘Afifi sebagai wakil ketua, Syaikh ‘Abdullah bin Mani’ dan ‘Abdullah bin Ghudayan sebagai anggota. (Fatwa Al-Lajnah Ad-Da’imah Li Al-Buhuts Al-‘Ilmiyyah wa Al-Ifta’, pertanyaan ke-3, Fatawa no. 102, 10 : 139-141)
Puasa Tetapi Tak Shalat
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Puasa yang ditangani oleh orang yang meninggalkan shalat tidaklah diterima karena orang yang meninggalkan shalat bermakna kafir dan murtad. Dalil bila meninggalkan shalat termasuk bentuk kekafiran yakni firman Allah Ta’ala (yang bermakna), ”Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, jadi (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu untuk kelompok yang tahu. ” (QS. At Taubah : 11)
Alasan lain yaitu sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Pembatas pada seseorang muslim dengan kesyirikan dan kekafiran yaitu meninggalkan shalat. ” (HR. Muslim no. 82). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Perjanjian pada kami dan mereka (orang kafir) yaitu mengenai shalat. Barangsiapa meninggalkannya jadi dia telah kafir. ” (HR. An-Nasa’i no. 463, Tirmidzi no. 2621, Ibnu Majah no. 1079 dan Ahmad 5 : 346. Syaikh Al-Albani menyampaikan bila hadits ini shahih)
Pendapat yang menyampaikan bila meninggalkan shalat yaitu satu kekafiran yakni pendapat sebagian besar teman dekat Nabi bahkan juga dapat di katakan pendapat itu termasuk ijma’ (perjanjian) beberapa teman dekat.
‘Abdullah bin Syaqiq -rahimahullah- (seorang tabi’in yang sudah masyhur) mengemukakan, “Para teman dekat Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah berasumsi satu amalan yang bila seorang meninggalkannya akan membawa efek dia kafir terkecuali perkara shalat. ” Oleh karena itu, bila seseorang berpuasa namun dia meninggalkan shalat, puasa yang dia lakukan tidaklah sah (tidak diterima). Amalan puasa yang dia lakukan tidaklah berguna pada hari kiamat nantinya.
Kami katakan, “Shalatlah lantas tunaikanlah puasa”. Adapun apabila engkau berpuasa namun tak shalat, amalan puasamu bisa tertolak karena orang kafir tidak di terima beribadah darinya. (Majmu’ Fatawa wa Rasa’il Ibnu ‘Utsaimin, 17 : 62)
Sekianlah kajian tentang orang yang berpuasa namun kadang kala tetap masih bolong dalam sholatnya, Mudah-mudahan ramadhan bln. ini teman dekat hebohnews dapat melakukan kegiatan berpuasa tidak ada halangan apapun.
Puasa Itu Mesti Menjauhi Maksiat
Seorang yang berpuasa tentu mesti juga meninggalkan maksiat. Karena puasa bukan hanya meninggalkan makan dan minum atau tak terkait! nt! m, namun puasa juga sebaiknya meninggalkan maksiat. Kalimat kotor juga harus dijauhi. Kalimat yang menyakiti orang lain harus juga dihindarkan.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَي�'سَ الصِّيَامُ مِنَ الأَك�'لِ وَالشَّرَبِ ، إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغ�'وِ وَالرَّفَثِ ، فَإِن�' سَابَّكَ أَحَدٌ أَو�' جَهُلَ عَلَي�'كَ فَل�'تَقُل�' : إِنِّي صَائِمٌ ، إِنِّي صَائِمٌ
Puasa tidak cuma menahan makan dan minum saja. Walaupun itu, puasa yaitu dengan menahan diri dari perkataan lagwu dan rofats. Bila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu, katakanlah kepadanya, “Aku tengah puasa, saya tengah puasa”. ” (HR. Ibnu Khuzaimah 7 : 282 dan Hakim 4 : 111. Syaikh Al Albani dalam Shohih At-Targib wa At-Tarhib no. 1082 menyampaikan bila hadits ini shahih).
Jangan pernah yang berpuasa cuma mendapatkan lapar dan dahaga saja. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِن�' صِيَامِهِ ال�'جُوعُ وَال�'عَطَشُ وَرُبَّ قَائِمٍ حَظُّهُ مِن�' قِيَامِهِ السَّهَرُ
Begitu beberapa orang yang berpuasa cuma memperoleh rasa lapar dan dahaga saja. Begitu banyak juga yang melakukan shalat malam, cuma jadinya tidur sampai larut malam saat malam hari. ” (HR. Ahmad 2 : 373. Syaikh Syu’aib Al Arnauth menyampaikan bila sanad hadits ini jayyid).
Meninggalkan Satu Shalat Saja Bisa Mengakibatkan rusaknya Amal Ibnul Qayyim rahimahullah menuturkan :
Penghapus amalan ada dua yaitu umum dan spesial. Penghapus amalan yang umum ada dua yaitu yang menghapuskan amalan kebaikan semuanya yaitu dengan murtad (lakukan pembatal keislaman atau keluar dari Islam) dan yang menghapuskan tiap-tiap kejelekan (dosa) yaitu dengan bertaubat.
Penghapus amalan yang spesial yaitu pada kebaikan dan kejelekan itu menghapuskan satu serta yang lain. Ini yaitu penghapus amalan yang berupa parsial namun bersyarat.
Butuh di ketahui bila kekafiran dan iman itu bisa menghapuskan satu dan yang lain, sekian perihal cabang kekafiran dan cabang keimanan bisa menghapuskan satu dan yang lain. Apabila semakin besar cabang keimanan atau kekafiran itu, jadi makin banyak yang hilang dari cabang keimanan atau kekafiran itu. (Saksikan Ash-Shalah, hlm. 60).
Lantaran saking utamanya shalat, meninggalkan satu shalat saja bisa menghapuskan amalan, seperti yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan mengenai shalat Ashar,
مَن�' تَرَكَ صَلاَةَ ال�'عَص�'رِ فَقَد�' حَبِطَ عَمَلُهُ
“Barangsiapa meninggalkan shalat Ashar, jadi terhapuslah amalannya” (HR. Bukhari no. 594)
Tak Shalat Tidaklah Seorang Muslim
Coba cermati hadits itu yang memperlihatkan bahayanya meninggalkan shalat.
Dari Mihjan, ia berkata,
أَنَّهُ كَانَ فِى مَج�'لِسٍ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَأَذَّنَ بِالصَّلاَةِ – فَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ثُمَّ رَجَعَ وَمِح�'جَنٌ فِى مَج�'لِسِهِ – فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَا مَنَعَكَ أَن�' تُصَلِّىَ أَلَس�'تَ بِرَجُلٍ مُس�'لِمٍ ». قَالَ بَلَى وَلَكِنِّى كُن�'تُ قَد�' صَلَّي�'تُ فِى أَه�'لِى فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِذَا جِئ�'تَ فَصَلِّ مَعَ النَّاسِ وَإِن�' كُن�'تَ قَد�' صَلَّي�'تَ
Beliau pernah ada di majelis bersama-sama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas dikumandangkan azan untuk shalat. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri, lantas melakukan shalat, sedang Mihjan tetap masih dudk di tempat awal mulanya. Lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengemukakan, “Apa yang menghalangimu shalat, tidakkah engkau adalah seseorang muslim? ” Lalu Mihjan menyampaikan, “Betul. Walau demikian saya sudah melakukan shalat berbarengan keluargaku. ” Lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan padanya, “Apabila engkau datang, shalatlah berbarengan beberapa orang, walau engkau telah shalat. ” (HR. An-Nasa’i no. 858 dan Ahmad 4 : 34. Al-Hafizh Abu Thahir mengemukakan bila sanad hadits inihasan)
Dalam hadits ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bikin pembeda pada muslim dan kafir dengan shalat. Maksud Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengemukakan pada Mihjan, bila ia muslim, jadi pasti akan shalat. Hal itu sama juga jika disebutkan, “Kenapa engkau tak bicara, tidakkah engkau adalah orang yang dapat bicara? ” atau “Kenapa engkau tak bergerak, tidakkah engkau orang yang hidup? ”
Bila seorang dimaksud muslim tanpa ada melaksanakan shalat, jadi harusnya tak perlu dijelaskan pada orang yg tak shalat, “Bukankah anda adalah seseorang muslim? ” (10. 5pt ; " Ash-Shalah, hlm. 41)
Saat-saat ‘Umar bin Al-Khattab mendekati sakratul maut setelah ditusuk, ia berkata,
لاَ إِس�'لاَمَ لِمَن�' تَرَكَ الصَّلاَةَ
Orang yang meninggalkan shalat tidaklah muslim. ” (Cerita ini dijelaskan oleh Ibnul Qayyim dalam Ash Shalah, hlm. 41-42)
Sebagian besar sahabat Nabi berasumsi bila orang yang meninggalkan shalat dengan berniat adalah kafir seperti dijelaskan oleh seorang tabi’in, Abdullah bin Syaqiq,
كَانَ أَص�'حَابُ مُحَمَّدٍ -صلى الله عليه وسلم- لاَ يَرَو�'نَ شَي�'ئًا مِنَ الأَع�'مَالِ تَر�'كُهُ كُف�'رٌ غَي�'رَ الصَّلاَةِ
Dahulu beberapa shahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah berpikiran satu amal yang bila ditinggalkan menyebabkan seseorang kafir terkecuali shalat. ” (HR. Tirmidzi no. 2622 dan Hakim 1 : 7. Pengucapan ini diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Abdullah bin Syaqiq Al ‘Aqliy seorang tabi’in dan Hakim mengemukakan bila hadits ini bersambung dengan menyebutkan Abu Hurairah di dalamnya. Dan sanad periwayat hadits ini yakni shahih. Saksikan Ats-Tsamar Al-Mustathob fi Fiqh As-Sunnah wa Al-Kitab, hal. 52).
Sayangnya Apabila Cuma Shalat di Bln. Ramadhan
Komisi Fatwa Kerajaan Saudi Arabia, Al-Lajnah Ad-Da’imah li Al-Buhuts Al-‘Ilmiyyah wa Al-Ifta’ pernah di bertanya :
“Apabila seorang cuma di bln. Ramadhan semangat melakukan puasa dan shalat, namun sesudah Ramadhan usai dia meninggalkan shalat, apakah puasanya di bln. Ramadhan diterima? ”
Jawab :
“Shalat yaitu satu di antara rukun Islam. Shalat yaitu rukun Islam paling utama setelah dua kalimat syahadat. Dan hukum shalat yakni harus untuk tiap-tiap individu. Siapa saja meninggalkan shalat karena menentang kewajibannya atau meninggalkannya lantaran berasumsi remeh dan malas-malasan, ia kafir. Tentang orang yang kerjakan puasa Ramadhan dan melaksanakan shalat hanya di bln. Ramadhan saja, jadi orang seperti ini berarti telah merendahkan agama Allah. (Sebagian salaf mengemukakan), “Sejelek-jelek kelompok yakni yang tahu Allah (rajin beribadah, pen.) hanya pada bln. Ramadhan saja. ”
Oleh karenanya, tak sah puasa seorang yg tak lakukan shalat di luar bln. Ramadhan. Bahkan juga orang seperti ini (yang meninggalkan shalat) dinilai kafir dan telah melaksanakan kufur akbar, walau orang ini tidak menentang keharusan shalat. Orang seperti ini tetaplah dikira kafir menurut pendapat ulama yang paling kuat. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri telah bersabda,
ال�'عَه�'دُ الَّذِى بَي�'نَنَا وَبَي�'نَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَن�' تَرَكَهَا فَقَد�' كَفَرَ
“Perjanjian pada kami dan mereka (orang kafir) yakni mengenai shalat, siapa saja meninggalkannya jadi dia telah kafir. ” (HR. Ahmad, Abu Daud, At Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah dengan sanad yang shahih dari Buraidah Al Aslamiy)
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
رَأ�'سُ الأَم�'رِ الإِس�'لاَمُ وَعَمُودُهُ الصَّلاَةُ وَذِر�'وَةُ سَنَامِهِ ال�'جِهَادُ فِي سَبِي�'لِ اللهِ
“Inti (pokok) semua perkara yaitu Islam, tiangnya (penopangnya) yaitu shalat, dan puncaknya yakni jihad di jalan Allah. ” (HR. Tirmidzi dengan sanad shahih dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu)
بَي�'نَ الرَّجُلِ وَبَي�'نَ ال�'كُف�'رِ وَ الشِّر�'كِ تَر�'كُ الصَّلاَةِ
“Pembatas pada seseorang muslim dengan kekafiran dan kesyirikan yakni meninggalkan shalat. ” (HR. Muslim dari Jabir bin ‘Abdillah Al-Anshariy). Dan banyak hadits yang semakna dengan hadits-hadits di atas. Wa billahit taufiq, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa alihi wa shahbihi wa sallam.
Fatwa di atas di tandatangani oleh Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz sebagai ketua, Syaikh ‘Abdur Razaq ‘Afifi sebagai wakil ketua, Syaikh ‘Abdullah bin Mani’ dan ‘Abdullah bin Ghudayan sebagai anggota. (Fatwa Al-Lajnah Ad-Da’imah Li Al-Buhuts Al-‘Ilmiyyah wa Al-Ifta’, pertanyaan ke-3, Fatawa no. 102, 10 : 139-141)
Puasa Tetapi Tak Shalat
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Puasa yang ditangani oleh orang yang meninggalkan shalat tidaklah diterima karena orang yang meninggalkan shalat bermakna kafir dan murtad. Dalil bila meninggalkan shalat termasuk bentuk kekafiran yakni firman Allah Ta’ala (yang bermakna), ”Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, jadi (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu untuk kelompok yang tahu. ” (QS. At Taubah : 11)
Alasan lain yaitu sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Pembatas pada seseorang muslim dengan kesyirikan dan kekafiran yaitu meninggalkan shalat. ” (HR. Muslim no. 82). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Perjanjian pada kami dan mereka (orang kafir) yaitu mengenai shalat. Barangsiapa meninggalkannya jadi dia telah kafir. ” (HR. An-Nasa’i no. 463, Tirmidzi no. 2621, Ibnu Majah no. 1079 dan Ahmad 5 : 346. Syaikh Al-Albani menyampaikan bila hadits ini shahih)
Pendapat yang menyampaikan bila meninggalkan shalat yaitu satu kekafiran yakni pendapat sebagian besar teman dekat Nabi bahkan juga dapat di katakan pendapat itu termasuk ijma’ (perjanjian) beberapa teman dekat.
‘Abdullah bin Syaqiq -rahimahullah- (seorang tabi’in yang sudah masyhur) mengemukakan, “Para teman dekat Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah berasumsi satu amalan yang bila seorang meninggalkannya akan membawa efek dia kafir terkecuali perkara shalat. ” Oleh karena itu, bila seseorang berpuasa namun dia meninggalkan shalat, puasa yang dia lakukan tidaklah sah (tidak diterima). Amalan puasa yang dia lakukan tidaklah berguna pada hari kiamat nantinya.
Kami katakan, “Shalatlah lantas tunaikanlah puasa”. Adapun apabila engkau berpuasa namun tak shalat, amalan puasamu bisa tertolak karena orang kafir tidak di terima beribadah darinya. (Majmu’ Fatawa wa Rasa’il Ibnu ‘Utsaimin, 17 : 62)
Sekianlah kajian tentang orang yang berpuasa namun kadang kala tetap masih bolong dalam sholatnya, Mudah-mudahan ramadhan bln. ini teman dekat hebohnews dapat melakukan kegiatan berpuasa tidak ada halangan apapun.
muslim harus tahu,!! Puasa Tapi Tidak Shalat,?? Maka Puasanya Tidak Sah Dan Sia - Sia.!! Berikut Ini Penjelasanya.......[[mohon di bagikan]]
Reviewed by Unknown
on
01.37
Rating:
Reviewed by Unknown
on
01.37
Rating:

Tidak ada komentar